Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

2.3.a.10.3. Jurnal Refleksi - Minggu 16

2.3.a.10.3. Jurnal Refleksi - Minggu 16
infogurumaju.my.id - Minggu 16 merupakan minggu terakhir dalam belajar modul 2 program guru penggerak. Dalam refleksi minggu 16 ini saya menggunakan driscoll yang diadaptasi dari refleksi yang digunakan pada praktik klinis (Driscoll & Teh, 2001). 

2.3.a.10.3. Jurnal Refleksi - Minggu 16 Guru Penggerak

Model driscoll terdiri dari 3 tahap yaitu What, So What dan Now What. 

Baca Juga : Jurnal Refleksi Minggu 17 Guru Penggerak

What (Deskripsi dari peristiwa yang terjadi)

  • Pembelajaran modul 2.3. pada minggu ini sampai pada tahap Demonstrasi Kontekstual, Elaborasi Pemahaman, Koneksi Antar Materi, dan Aksi Nyata. Pada tahap Demonstrasi Kontekstual, saya melakukan praktik coaching bersama siswa dan rekan sejawat. Praktik berlangsung secara informal untuk menggali potensi siswa dan rekan sejawat sebagai coachee dalam menentukan komitmen diri menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pada tahap akhir ini, ada sesi elaborasi yang semakin menguatkan pemahaman saya terkait praktik coaching di sekolah kepada guru dan murid.
  • Pada tahap elaborasi oleh instruktur, Monika Irayati, saya mendapat tambahan wawasan terkait coaching. Beberapa di antaranya, yaitu Tut Wuri Handayani mindset. Mindset ini menempatkan murid sebagai mitra belajar, mengandung kasih dan persaudaraan, bersifat emansipatif, dan merupakan ruang perjumpaan pribadi. Selain itu saya juga mendapat wawasan tentang paradigma pendampingan coaching sistem AMONG. Paradigma tersebut meliputi apresiasi, rencana, tulus, dan inkuiri.

So What (Analisis dari peristiwa yang terjadi

  • Ada perasaan bahagia ketika akhirnya bisa melakukan praktik coaching dengan siswa dan rekan sejawat secara langsung. Ada rasa tidak percaya diri dan kekhawatiran jika hasil praktik coaching yang saya lakukan untuk menggali potensi coachee tidak bisa terwujud seperti yang saya harapkan.
  • Meskipun demikian, saya melakukannya dengan maksimal dan well prepared. Karena saya sudah berusaha melakukan praktik coaching dengan sebaik-baiknya, maka semakin meningkatkan rasa percaya diri saya untuk terus mengaplikasikan praktik baik ini ke depannya. Hasil refleksi terhadap diri sendiri sebenarnya saya tidak yakin dengan hasil coaching.Namun saat sesi elaborasi saya tanyakan kepada instruktur, kekhawatiran saya itu terjawab bahwa kita sebagai coachee tidak boleh melihat hasil praktik coaching dari sisi coach saja, bisa jadi yang menurut coach belum terlihat perubahan justru kemungkinan lain adalah coachee sudah berubah dan sedang berusaha mewujudkan konsistensi dari apa yang akan dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab seperti yang sudah disampaikan saat praktik coaching. 
  • Untuk itu yang harus dilakukan coach adalah bersifat netral dan tidak memberikan evaluasi pada saat bertemu coachee. Dari hal tersebut saya semakin memahami praktik coaching model TIRTA ini dan akan terus melakukan latihan dan praktik langsung bersama coachee agar kemampuan coaching saya semakin meningkat dan memberikan manfaat bagi coachee untuk terus menggali potensinya sendiri tanpa merasa dihakimi dan di dikte.

Now What (Tindak lanjut dari peristiwa yang terjadi)

  • Melakukan hal baru membutuhkan kekuatan dan kemampuan. Tidak terkecuali praktik coaching dalam komunitas sekolah. Beruntung saat sesi praktik coaching di sekolah, siswa dan guru yang berperan sebagai coachee sangat kooperatif. Oleh karena itu, terus belajar dan berlatih adalah hal harus konsisten dilakukan jika ingin berkembang. Sesi elaborasi dengan instruktur adalah saat yang tepat untuk menambah pemahaman. Saya meyakini tambahan informasi dari instruktur akan sangat membantu saya saat harus melakukan coaching kepada coachee  ke depannya. Hal baru adalah terkait penerapan coaching sebagai mindset dalam proses pembelajaran yang pada dasarnya coaching sudah dilakukan, sehingga dengan perubahan mindset dapat menjadikan coaching sebagai pembiasaan.
  • Pelaksanaan coaching dalam komunitas di sekolah tentu tidak bisa sendiri. Sebagai kegiatan yang kolaboratif, praktik coaching membutuhkan dukungan dari banyak pihak terkait. Bentuk dukungan yang saya harapkan adalah adanya masukan terhadap praktik coaching yang saya lakukan. Selain itu, dukungan berupa komitmen dari rekan sejawat untuk terus terlibat dalam kegiatan coaching juga sangat dibutuhkan. baik itu sebagai coachee maupun coach. Ini merupakan dukungan utama agar praktik coaching menjadi budaya positif dalam komunitas di sekolah. Dukungan dari pihak sekolah juga sangat dibutuhkan dalam bentuk izin menyelenggarakan coaching maupun penguatan terhadap komunitas yang ada. Selain itu, dukungan dari orang tua berupa peran aktif memberikan laporan terkait permasalahan anaknya selama belajar di rumah.
  • Rencana terdekat adalah melakukan praktik coaching dengan beberapa murid atau rekan guru sebagai coachee. Hal ini saya lakukan agar setelah selesai mengikuti program ini akan mampu memiliki kompetensi coaching yang lebih baik. Sedangkan hal baik yang bisa saya bagi kepada rekan sejawat di sekolah adalah bahwa praktik coaching ini sangat membantu guru dan murid dalam menyelesaikan masalah oleh dirinya sendiri berdasarkan potensi yang dimiliki. Selain itu, dengan adanya jadwal berbagi dalam komunitas praktisi akan membuat praktik coaching ini sebagai budaya positif di sekolah.
Info Guru Maju
Info Guru Maju Berbagi Informasi Pendidikan

Post a Comment for "2.3.a.10.3. Jurnal Refleksi - Minggu 16"